SRAGEN – Pada peringatan Hari Peduli Sampah Nasional Tahun 2023, Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati mengajak masyarakat untuk melakukan inovasi pengelolaan sampah secara bersama-sama. Hal itu sebagai wujud komitmen karena Kabupaten Sragen berhasil meraih penghargaan Adiwiyata, yang akan diterima pada 28 Februari di Jakarta.
“Alhamdulillah setelah lima tahun kita tidak mendapatkan Adipura. Akhirnya tahun ini kita bisa meraihnya. Ini bukti komitmen Pemkab Sragen berhasil dalam pengelolaan, penanganan, dan pengurangan sampah. Kami terakhir menerima Adipura itu pada 2017 yang diserahkan di 2018,” terang bupati, saat Apel Peringatan Hari Peduli Sampah Nasional tingkat Kabupaten Sragen, di halaman Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tanggan, Kecamatan Gesi, Kamis (23/2/2023).
Yuni mengatakan, produksi sampah di Kabupaten Sragen mencapai 120 ton per hari hasil dari penumpukan sampah rumah tangga. Untuk itu, ia berharap kepada masyarakat untuk bersama-sama mengelola dengan baik, sehingga sampah yang menjadi masalah nasional ini dapat bermafaat dan menjadi penghasilan.
“Misalkan sampah dikelola menjadi pupuk atau ecobrick, sehingga menjadi manfaat dan penghasilan untuk kita semua,” ujarnya.
Menurut Yuni, perlu ada penataan penanganan sampah mulai dari hulu sampai hilir. Untuk penataan di hilir, TPA Tanggan sudah diperluas. Dinas Lingkungan Hidup juga sudah menggandeng pihak ketiga dalam pengolahan sampah menjadi pupuk organik, tanpa menggunakan dana APBD.
“Pengolahan sampah di hulu, kami akan bekerja sama dengan SD, yakni mulai dari SD adiwiyata dulu. Dengan mengolah sampah dari SD, otomatis memilih anak sekolah sebagai pilot project. Ini lebih mudah daripada memilih warga perkampungan. Pengolahan sampah di satu zona perkampungan seperti RT atau RW itu lebih sulit karena sudah diaplikasikan di daerah lain,” jelasnya.
Bupati menambahkan, nantinya sekolah yang menjadi pilot project akan diberi insenerator, sehingga pengolahan sampah selesai di sekolah. Debu hasil pembakaran sampah bisa dicetak menjadi batu bata sehingga semua sampah terolah dan tidak ada lagi sampah yang dibuang ke TPA.
“Insyaallah ada 10 SD yang menjadi pilot project dalam pengolahan sampah dari hulu. SD dipilih karena lebih mudah membangun kesadaran peduli lingkungan sejak dini daripada membangun kesadaran pengolahan sampah dari basis perkampungan, seperti rukun tetangga (RT) atau rukun warga (RW),” ujarnya.
Yuni mengatakan, sebenarnya Sragen sudah memiliki sejumlah tempat pengolahan sampah re use, reduce, recycle (TPS3R). Namun, masih belum semua berfungsi maksimal karena berbagai kendala.
“Program tuntas sampah di desa atau berbasis perkampungan sudah pernah dilakukan tetapi belum maksimal meskipun ada dukungan dana desa (DD). Pengolahan sampah fokus ke perkotaan karena pola pikir di desa masih primitif, yakni membuang sampah dengan membuat lubang di pekarangan masing-masing,” pungkasnya. (Rd/HMS).
Sumber: Humas Sragen