GROBOG JATENG, Yogyakarta - Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengeluarkan kebijakan penutupan sementara Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan akibat kelebihan muatan sampah. Penutupan tersebut terhitung mulai 23 Juli hingga 5 September 2023.
Kebijakan tersebut memicu polemik di tengah masyarakat hingga sempat terjadi penumpukan sampah pada beberapa wilayah di Yogyakarta.
Lokasi pembuangan akhir sempat diwacanakan akan dipindahkan ke TPS Cangkringan, namun hal tersebut batal setelah ditolak warga setempat. Akhirnya TPA Piyungan dibuka kembali secara terbatas dengan kuota penerimaan sampah 100 ton per hari.
Selain itu, Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Tamanmartani, Sleman, dijadikan sebagai alternatif tempat pembuangan akhir.
Kepala Biro Pengembangan Infrastruktur Wilayah dan Pembiayaan Pembangunan
(PIWPP) Setda DIY Yudi Ismono mengatakan bahwa TPA Piyungan memiliki keterbatasan lahan dan merupakan TPA regional yang berstatus sebagai tempat pembuangan akhir. Namun selama ini, TPA Piyungan terus dijadikan sebagai pembuangan sampah terpusat.
Ia menyebut, berdasarkan UU No. 18 tahun 2008 Bab III Pasal 9 ayat 1, Pemerintah Kabupaten/Kota seharusnya memiliki kewenangan dalam menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah terpadu, dan tempat pemrosesan akhir sampah.
“Arahan Gubernur adalah pengelolaan sampah dikembalikan/didesentralisasikan kepada kewenangan aslinya, yaitu di kabupaten/kota, sehingga semua bergerak mengambil langkah cepat penanganan sampah. Pemerintah kabupaten/kota sudah mengambil langkah jangka pendek,” kata Yudi Ismono dilansir dari rilis Pemprov DIY, Kamis (3/8/2023).
Yudi mengungkapkan bahwa saat ini mayoritas Kabupaten/Kota di DIY sebenarnya mampu melakukan pengelolaan sampah secara mandiri. Adapun untuk Kabupaten Bantul sudah mampu menyelesaikan permasalahan sampah cukup di tingkat kelurahan.
Sementara Kabupaten Sleman tengah berupaya secara mandiri mengelola sampahnya di TPST Tamanmartani. Namun demikian, untuk Kota Yogyakarta cenderung masih sulit karena terbatasnya lahan TPA.
"Kota Yogyakarta saat ini masih memiliki keterbatasan lahan. Kota Yogyakarta difasilitasi untuk mengisi 10% ruang di zona transisi 1 TPA Piyungan, dengan batas kisaran 100-200 ton/hari," ungkapnya
Yudi menambahkan bahwa penghasil sampah terbesar di DIY berasal dari rumah tangga. Jumlah sampah dari tahun 2010 hingga 2022 sendiri terus meningkat, dari rata-rata 301 ton/hari menjadi 732 ton/hari.
Ia menyebut, terjadinya penumpukan sampah ini diakibatkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan sampah. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan edukasi untuk mengelola sampah rumah tangga dengan melakukan pemilahan hingga pembuangan akhir.
Saat ini, Pemprov DIY mencoba untuk tidak mengelola sampah secara manual, namun menggunakan teknologi. DIY akan memberlakukan Sistem Mechanical Biological Treatment (MBT) untuk mengelola sampah dari bentuk asli sampai produk akhir yang efektif dan efisien.
“Pendekatan kedepan akan dilakukan melalui mekanisme KBBU yaitu Kerjasama pemerintah dengan badan usaha yang akan menangani sampah dari masuknya ke TPA hingga output akhir melalui sebuah pendekatan, yaitu pembiayaan bersama pemerintah daerah dan disupport dengan Kementerian Keuangan,” tambahnya. (Pandu/AN/Red).