GROBOG JATENG, Salatiga – Memeriahkan Hari Jadi ke-79 Provinsi Jawa Tengah, puluhan stan jamu tumplek blek di ajang Festival Jamu dan Kuliner, UIN Salatiga Kampus 3, pada 18-20 Agustus 2024. Bukan sekadar jualan, acara itu sekaligus menunjukkan Jateng sebagai lumbung produsen jamu, yang budayanya telah diakui sebagai WBTb oleh UNESCO.
Seorang penikmat jamu asal Kendal Sri Sundari mengaku, sudah mengonsumsi produk herbal sejak muda. Kini, ia menuai manfaatnya.
“Saya 38 tahun, sudah punya anak tiga, yang paling tua SMA. Semenjak minum jamu, rasa di badan itu jadi lebih fit. Tidak mudah mager (malas gerak),” tuturnya, saat ditemui di lokasi festival, Minggu (18/8/2024). Dilansir dari website resmi Jatengprov.
Ia mengaku, jamu sudah menjadi kebiasaan hidupnya. Namun, efek yang dirasakan dari jamu memang tidak instan. Perlu jangka waktu untuk merasakan khasiat produk herbal.
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha (GP) Jamu Jawa Tengah, Stefanus Handoyo, mengapresiasi langkah Pemprov Jateng. Menurutnya, ajang tersebut adalah wujud dari pelestarian jamu sebagai warisan leluhur.
Ia menyebut, kali terakhir ada Festival Jamu pada 2019 lalu.
“Setelah itu berhenti, dan baru tahun ini kita mulai. Ini sekaligus mendukung jamu sebagai warisan budaya dunia,” ujarnya.
Dikatakan, setelah jamu ditetapkan menjadi warisan budaya takbenda (WBTb) oleh UNESCO, geliat konsumsi produk jamu kembali naik. Meski demikian, perlu banyak upaya untuk memasyarakatkan konsumsi jamu.
Ia berharap, kolaborasi Pemprov Jateng dengan pelaku usaha jamu, semakin solid. Hal itu tak lepas dari produk jamu di Jawa Tengah, yang sudah membudaya hingga akar rumput.
Pengurus Perkumpulan Pelaku Jamu Alami Indonesia (PPJAI), Heri Susanto mengaku, ajang itu turut meningkatkan kepercayaan para pengusaha jamu. Karena, jamu sebagai produk budaya juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
“Kita apresiasi program dari Pemprov Jateng, terkait festival jamu dan kuliner ini. Festival untuk pelaku jamu eksposure produk di masyarakat. Ini menciptakan competitiveness, karena kita di sini bisa bertemu dengan pengusaha lain di luar PPJAI, bisa sharing dengan pelaku jamu lain. Dari situlah muncul ide kreatif produk baru,” jelasnya.
Hari mengaku, anggota PPJAI ada belasan produsen. Sedangkan, yang diproduksi mencapai ratusan produk jamu. (Hms/Ferra)